RANGKAIAN PENYULUTAN THYRISTOR
DENGAN TAHANAN (R) PADA MODUL PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DAYA UNIVERSITAS GUNADARMA
Ade Surya Pratama 10413158
adesurya0312@gmail.com
ABSTRAKSI
Penulisan
Ilmiah. Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas
Gunadarma, 2016
Kata
Kunci : Rangkaian Penyulutan
Thyristor.
(xi
+ 32+Lampiran)
Rangkaian
Penyulutan thyristor akan bekerja apabila kaki atau terminal gate pada
thyristor diberi tegangan sebesar 0.7V karna pada dasarnya prinsip kerja dari
thyristor itu sendiri sama seperti saklar atau switch apabila kaki dari gerbang gate tidak diberikan tegangan
sebesar 0.7 maka thyristor tidak akan berfungsi atau off. untuk mendapatkan sudut penyalaan digunakan potensiometer
atau variable untuk mengatur seberapa
besar sudut penyalaan yang diinginkan. Sudut penyalaan yang didapat pada
rangkaian penyulutan adalah sebesar 45˚,
dan 90˚. Rangkaian elektronika daya merupakan suatu rangkaian listrik yang
dapat mengubah sumber daya listrik dari bentuk gelombang tertentu (seperti
bentuk gelombang sinusoida) menjadi
sumber daya listrik
dengan bentuk gelombang
lain (seperti gelombang nonsinusoida) dengan menggunakan
piranti semikonduktor daya.
Semikonduktor daya memiliki peran
penting dalam rangkaian
elektronika daya. Semikonduktor
daya dalam rangkaian elektronika
daya umumnya dioperasikan
sebagai pensaklar (switching), pengubah (converting), dan
pengatur (controlling) sesuai dengan unjuk
kerja rangkaian elektronika daya
yang diinginkan.
Daftar
Pustaka (1993-2016)
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rangkaian elektronika daya
merupakan suatu rangkaian listrik yang dapat mengubah sumber daya listrik dari
bentuk gelombang tertentu (seperti bentuk gelombang sinusoida) menjadi sumber
daya listrik dengan
bentuk gelombang lain (seperti
gelombang nonsinusoida) dengan
menggunakan piranti semikonduktor
daya. Semikonduktor daya memiliki
peran penting dalam
rangkaian elektronika daya.
Semikonduktor daya dalam rangkaian elektronika
daya umumnya dioperasikan
sebagai pensaklar (switching), pengubah (converting), dan
pengatur (controlling) sesuai dengan unjuk
kerja rangkaian elektronika daya
yang diinginkan.
Dalam rangkaian
penyulutan thyristor ini menggunakan Silicon Controlled Rectifier (SCR), dimana SCR merupakan
alat semikonduktor empat lapis (PNPN) yang menggunakan tiga kaki yaitu anoda (anode),
katoda (cathode), dan gerbang (gate) dalam operasinya. SCR adalah
salah satu thyristor yang paling sering digunakan dan dapat melakukan
penyaklaran untuk arus yang besar.
Rangkaian Penyulutan thyristor akan
bekerja apabila kaki atau terminal gate pada thyristor diberi tegangan sebesar
0.7V karna pada dasarnya prinsip kerja dari thyristor itu sendiri sama seperti
saklar atau switch apabila kaki dari
gerbang gate tidak diberikan tegangan sebesar 0.7 maka thyristor tidak akan berfungsi
atau off.
Oleh karena itu, disini
penulis akan mengambil judul RANGKAIAN
PENYULUTAN THYRISTOR DENGAN TAHANAN (R).
II. LANDASAN
TEORI
2.1 Thyristor[3]
Thyristor
merupakan salah satu devais semikonduktor daya yang paling penting dan telah
digunakan secara ekstensif pada rangkaian elektronika daya. Thyristor biasanya
digunakan sebagai saklar/penstabil,beroperasi antara keadaan non konduksi ke
konduksi. Pada banyak aplikasi thyristor
dapat diasumsikan sebagai saklar ideal akan tetapi dalam prakteknya thyristor
memiliki batasan dan karakteristik tertentu.
2.1.1
Karakteristik thyristor[1]
Thyristor merupakan devais semikonduktor 4 lapisan
berstruktur pnpn dengan tiga pn-junction. Devais ini memiliki 3 terminal: anoda,
katoda dan
gerbang. Thyristor dibuat melalui proses difusi.
Ketika tegangan anode dibuat lebih positif
dibandingkan dengan katode,sambungan J1 dan J3 berada pada kondisi forward bias. Sambungan
J2 berada pada kondisi reverse
bias,dan akan mengalir arus bocor yang kecil antara anoda ke
katoda. Pada
kondisi ini thyristor dikatakan pada kondisi forward blocking atau
kondisi off-state,dan arus bocor
dikenal sebagai arus off-state ID. Jika
tegangan anoda ke katoda VAK ditingkatkan hingga suatu tegangan
tertentu, sambungan J2 akan bocor.
Hal ini dikenal dengan avalanche breakdown dan tegangan VAK tersebut dikenal sebagai forward breakdown voltage,VBO Dan
karena J1 dan J3 sudah berada pada kondisi forward
bias,maka akan terdapat lintasan pembawa muatan bebas melewati ketiga
sambungan,yang akan menghasilkan arus anoda yang besar. Thyristor
pada kondisi ini disebut berada pada keadaan konduksi atau keadaan hidup. Ketika
pada kondisi on,thyristor akan bertindak seperti dioda yang
tidak dapat dikontrol. Devais ini akan terus berada pada kondisi
on karena tidak adanya lapisan deplesi pada sambungan J2 karena pembawa-pembawa
muatan yang bergerak bebas. Akan tetapi,jika arus maju anoda
berada dibawah suatu tingkatan yang disebut holding
current I H,daerah deplesi akan terbentuk di sekitar J2 karena adanya
pengurangan banyak pembawa muatan bebas dan thyristor
akan berada pada keadaan blocking. Holding current adalah arus anoda
minimum untuk mempertahankan thyristor pada kondisi on.
Ketika tegangan katoda lebih positif dibanding dengan anoda, sambungan
J2 forward bias,akan tetapi sambungan
J1dan J3 akan reverse bias. Thyristor
akan dapat dihidupkan dengan meningkatkan tegangan maju VAK diatas VBO,akan
tetapi kondisi ini bersifat merusak. Thyristor dapat dikategorikan sebagai latching device.
2.1.2
Jenis-Jenis Thyristor
Thyristor dibuat hampir seluruhnya dengan proses difusi. Thyristor
dapat secara umum diklasifikasikan menjadi sembilan kategori:
1. Phase –control
thyristor (SCR)
2. Fast-switching thyristor(SCR)
3. Gate-turn-off thyristor (GTO)
4. Bidirectional triode thyristor(TRIAC)
5. Reverse-conducting thyristor (RCT)
6. Static induction thyristor (SITH)
7. Light-activated silicon-controlled
rectifier (LASCR)
8. FET-controlled thyristor(FET-CTH)
9. MOS-controlled thyristor (MCT)
1.
Phase-Control Thyristor (SCR)
Thyristor type ini secara umum beroperasi
pada line-frequency dan dimatikan
dengan komutasi natural. Turn off time tq, berada dalam orde 50 sampai 100
µs. Alat ini sangat cocok untuk aplikasi pensaklaran kecepatan rendah yang
dikenal sebagai thyristor konverter. Karena
terbuat dari silikon yang dikontrol maka thyristor ini disebut silicon-controlled rectifier (SCR).
Dalam keadaan on, VT, bervariasi disekitar
1,15 V untuk devais 600 V hingga 2,5 V untuk devais 4000 V; dan untuk thyristor
5500 A, 1200 V, sekitar 1,25 V.
2.
Fast-Switching Thyristor (SCR)
Biasanya thyristor ini digunakan pada
penerapan teknologi pensaklaran kecepatan tinggi dengan forced-commutation. Thyristor jenis ini memiliki waktu turn off yang cepat, umumnya dalam 5
sampai 50 µs bergantung pada daerah tegangannya. Tegangan jatuh forward pada
keadaan on bervarasi kira-kira seperti fungsi invers dari trun off time tq, dikenal
juga sebagai thyristor inversi.
Thyristor ini memiliki dv/dt yang tinggi
biasanya 1000 V/µs dan di/dt sebesar 1000 /µs. Turn off yang cepat akan sangat penting untuk mengurangi berat dan
ukuran dari komponen rangkaian reaktif. Thyristor ini memiliki kemampuan blocking yang sangat terbatas kira-kira
10 V, biasanya dikenal asymmetrical
thyristor (ASCR).
3.
Turn Off Thyristor (GTO)
Alat ini dihidupkan dengan memberi sinyal
gerbang positif. GTO memiliki beberapa keuntungan dibandingkan SCR;
(1)
Turn-off yang cepat, memungkinkan komponen commulating pada forced-commutation, yang menghasilkan pengurangan biaya, berat dan
volume.
(2)
Pengurangan usikan akustik dan
elektromagnetik karena hilangya commutation
chokes.
(3)
Trun-off yang cepat, memungkinkan frekuensi
pensaklaran yang tinggi.
(4)
Meningkankan efisiensi converter.
Pada
aplikasi daya rendah, GTO memiliki keuntungan dibandingkan bipolar transistor:
(1)
Kemampuan bloking tegangan yang lebih
tinggi.
(2)
Rasio arus puncak yang dapt dikontrol dengan
arus rata-rata yang tinggi.
(3)
Rasio atus surge puncak terhadap arus
terhadap arus rata-rata tinggi 10 : 1
(4)
Penguatan keadaan on tinggi (arus anoda/arus
gerbang), umumnya 600.
(5)
Durasi sinyal gerbang sinyal pulsa pendek.
Controllable peak on-state current ITGQ adalah nilai puncak dari arus keadaan
on, yang dapat dimatikan oleh control gerbang. Dengan CS adalah kapasitansi
sumber.
4.
Bidirectional Triode Thyristor (TRIAC)
TRIAC dapat bersifat konduktifdalam dua
arah. Karena itu TRIAC merupakan devais bidirectional, terminalnya tidak dapat
ditentukan sebagai anoda/katoda. Dalam prakteknya sensitivitas bervariasi
antara satu kuadran dengan kuadran lain, dan TRIAC biasanya beroperasi di
kuadran I+ (tegangan) dan arus gerbang positif) atau kuadran III- (tegangan dan
arus gerbang negative).
5.
Reverse-Conducting Thyristor (RCT)
Suatu RCT dapat dipandangi sebagai suatu
kompromi antara karakteristikdevais dan kebutuhan dari rangkaian RCT dapat
dianggap sebagai suatu thyristor dengan built-in mode antipapralel. Tegangan forward blocking bervariasi antara 400
samapi dengan 2000 V dan rating arus maju bergerak hingga
500 A. Tegangan blocking reverse
biasanya sekitar 30 sampai dengan 40 V.
6.
Static Induction Thyristor (SITH)
Karakteristik dari SITH mirip dengan
karakteristik dari MOSFET. SITH biasanya dihidupkan dengan memberikan tegangan
gerbang positif. SITH merupakan devais pembawa muatan minoritas.
SITH memiliki kecepatan switching yang
tinggi denagn kemampuan dv/dt dan di/dt yang tinggi. Waktu switching nya berada pada orde 1 sampai 6 µs. Rating tegangan mencapai 2500 V dan
rating arus dibatasi 500 A. devais ini sangat sensitive terhadap proses
produksi, ganguan kecil dapat mengakibatkan perubahan besar pada
karakteristiknya.
7.
Light-Activated Silicon-Controlled Rectifier (LASCR)
Devais ini dihidupkan dengan memberikan
radiasi langsung pada wafer silicon. Pasangan electron-hole yang terbentuk selama proses radiasi
menghasilkan arus trigger pada
pengaruh medan elektris. LASCR digunakan untuk pemakaian arus dan
tegangan yang tinggi dan kompensasi daya reaktif statis. LASCR menediakan
isolasi elektris penuh antara sumber cahaya pen-trigger dan devais switching dari converter daya, dengan
potensial mengambang tinggi.
8.
FET-Controlled Thyristor (FET-CTH)
Devais FET – CTH merupakan kombinasi MOSFET
dan thyristor secara parallel. Jika tegangan tertentu diberikan pada gerbang
MOSFET, biasanya 3 V, arus pen-tringger dari thyristor akan bangkit secara
internal. FET-CTH memiliki kecepatan switching
tinggi.
9.
MOS-Controlled Thyristor (MCT)
MOS-Controlled Thyristor (MCT)
mengkombinasikan sifat-sifat regeneratif thyristor dan struktur gerbang MOS.
Karena strukturny NPNP anoda berlaku sebagai terminal acuan relatif
terhadap semua sinyal gerbang yang diberikan. Diasumsikan bahwa MCT berada
dalam keadaaan blocking state dan
tegangan negatif VGAdiberikan. Kanal p (layer inversion) dibentuk dalam
material n-doped, yang mengakibatkan hole-hole mengalir secara lateral dari
emiter.
MCT dapat beroperasisebagai devais yang
dikontrol oleh gerbang jika arusnya lebih kecil dari arus maksimum yang dapat
dikontrol. Usaha untuk membuat MCT off pada arus yang melebihi nilai itu akan
menyebabkan kerusakan pada devais. Untuk nilai arus yang tinggi, MCT harus
dimatikan seperti thyristor biasa. Lebar pulsa gerbang tidak kritis untuk arus
devais yang lebih kecil. Untuk arus besar, lebar pulsa turn off harus lebih
besar dari pulsa turn-off harus lebih besar.
2.1.3 Aplikasi tyhristor Untuk Tegangan AC/DC
Thyristor khususnya SCR (silicon
controlled rectifier) memiliki 3 buah elektroda: anoda (A), katoda (K), dan gate (G)
merupakan piranti elektronik yang banyak diterapkan pada rangkaian elektronika
daya. Di dalam konverter arus bolak-balik thyristor merupakan komponen utama,
melalui pengendalian sinyal picu (trigger), maka besarnya sudut
konduk (conduction angle) dan sudut picu (firing delay
angle) dapat diatur.
Rangkaian
dasar: SCR, beban (RL), dan sumber tegangan (Us) diperlihatkan pada gambar
1.a), sedangkan gambar 1.b) memperlihatkan bahwa pada sudut konduk SCR = 1200 maka
sudut picu = 600 (interval 1800 adalah
sudut konduk+ sudut picu).
Gambar 2.1 Rangkaian Dasar SCR
Gambar 2.2 Sudut pemicu dan sudut konduk
2.2 Penyearah Terkendali Thyristor
Penyearah
Thyristor fasa terkendali merupakan penyearah yang sederhana dan lebih murah,
Dan efisiensi dari penyearah ini secara umum berada diatas 95%. Karena
penyearah-penyearah ini mengkonversi dari tegangan AC ke DC, Penyearah ini ini
dikenal sebagai konverter AC-DC dan
digunakan secara instensif pada
aplikasi-aplikasi industry, Terutama pada variable-spead
drives, yang mencangkup level daya dari fraksional tenaga kuda hingga
megawatt.
2.3 Prinsip Operasi Konverter Thyristor
Pada
gambar 2.3 dengan beban resistif. Selama setengan siklus positif dari tegangan
masukan, anoda thyristor relatife positif terhadap katoda sehingga thyristor disebut bias maju.
Gambar
2.3 Rangkaian dengan beban resistif
Ketika thyristor T1
dinyalakan pada ωt=α, thyristor T1 akan tersambung dan tegangan
masukkan akan muncul di beban. Ketika tegangan masukkan mulai negatif pada ωt=α
anoda thyristor akan negatif terhadap katodanya dan thyristor T1
akan disebut dengan bias mundur, dan dimatikan. Waktu setelah tegangan masukan
mulai positif hinggan thyristor dinyalakan
pada ωt=π disebut sudut delay atau
sudut penyalaan α.
Pada gambar 2.4 memperlihatkan daerah operasi dari
konverter, dengan tegangan dan arus keluaran memiliki polaritas tunggal.
Pada
gambar 2.5 memperlihatkan bentuk gelombang tegangan masukan, tegangan keluaran,
arus beban dan tegangan sepanjang thyristor
T1.
Gambar
2.5 Bentuk gelombang input dan output
Konverter ini bias digunakan pada aplikasi industry karena keluarannya
memiliki ripple yang tinggi dan
frekunsi ripple rendah. Jika fs merupakan frekuensidari suplai masukan,
komponen frekuensi terendah pada tegangan ripple
keluaran akan fs juga.
Jika Vm merupakan puncak tegangan masukan, tegangan
keluaran rata-rata Vdc dapat diperoleh dari :
2.4 SCR[2]
Silicon
Controlled Rectifier (SCR) merupakan alat semikonduktor
empat lapis (PNPN) yang menggunakan tiga kaki yaitu anoda (anode), katoda
(cathode), dan gerbang (gate) – dalam operasinya. SCR adalah salah
satu thyristor yang paling sering digunakan dan dapat melakukan
penyaklaran untuk arus yang besar.
Gambar
2.6 Bentuk fisik SCR
Gambar
2.7 Konstruksi dan simbol SCR
SCR
dapat dikategorikan menurut jumlah arus yang dapat beroperasi, yaitu SCR arus
rendah dan SCR arus tinggi. SCR arus rendah dapat bekerja dengan arus anoda
kurang dari 1 A sedangkan SCR arus tinggi dapat menangani arus beban sampai
ribuan ampere.
Dalam
suatu rangkaian listrik diperlukan resistor dengan spesifikasi tertentu seperti
besar hambatan, arus maksimum yang boleh dilewatkan dan karakteristik hambatan
terhadap suhu dan panas. Resistor memberikan
hambatan agar komponen yang diberi tegangan tidak dialiri dengan arus yang
besar. Resistor juga dapat berfungsi sebagai pembagi tegangan. Komponen
resistor sering juga ditemukan pada peralatan seperti radio dan amplifier.
Biasanya, resistor digunakan sebagai pengatur volume atau nada yang menggunakan
tombol yang dapat diputar. Tombol tersebut adalah resistor yang dapat
diubah-ubah nilainya. Perubahan resistansi akan mengubah besar arus yang
menggerakkan membran speaker. Semakin besar nilai hambatan pada resistor dalam
satuan ohm, semakin kecil besar arus yang melewatinya.
III. RANCANGAN SISTEM KESELURUHAN
3.1 Proses pembuatan Rangkaian
penyulutan thyristor dengan hambatan (R)
Pada
proses pembuatan rangkaian penyulutan thyristor
dengan hambatan (R) terlebih dahulu rancang rangkaian dengan melihat
skematik rangkaian yang telah ditentukan. Setelah itu susun komponen-komponen
yang telah ditentukan sesuai dengan skematik pada papan PCB. Kemudian lakukan
pengecekan alat dengan menggunakan oscilloscope
apakah bentuk gelombang output sudah sesuai dengan yang diinginkan yaitu
berupa gelombang penyulutan half wave.
Jika sudah sesuai dengan yang diinginkan pasang rangkaian pada modul yang telah
di tentukan, jika output belum sesuai dengan yang di inginkan maka lakukan
kembali pengecekan pada skematik atau komponen pada rangkaian tersebut.
3.2 Blok Diagram Rangkaian
penyulutan tyhristor dengan hambatan (R).
Secara keseluruhan, rangkaian
penyulutan dengan thyristor dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu blok input,
blok proses, dan blok output. Blok input terdiri atas masukan tegangan sebesar
220V yang kemudian di turunkan menjadi 18V dengan menggunakan trafo stepdown. Blok proses terdiri atas
rangkaian penyulutan yang terdiri dari
beberapa komponen antara lain resistor 47KΩ yang berfungsi sebagai pembatas
tahanan agar tegangan yang melalui variable tidak nol, variable 1M yang
berfungsi sebagai pengatur sinyal output pada pengerbangan rangkaian
penyulutan, diode 1 N4001 yang
berfungsi sebagai penahan agar tidak ada tegangan balik induksi, yang dikemas
dalam sebuah tyhristor tipe SCR 100.6 sebagai penyearah terkendali. Blok output
terdiri atas gelombang half wave
dengan sudut picu sebesar 45˚ dan 90˚.
Pada
rangkaian penyulutan thyristor dengan hambatan (R) ini, sumber tegangan yang
digunakan adalah dengan menggunakan transformator,
biasa disebut juga dengan trafo, khususnya transformator
jenis step down. Bentuk fisik dari
trafo yang digunakan pada modul praktikum dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Transformator
Step Down
sumber
tegangan yang diperlukan oleh rangkaian hanya 18 V, untuk itulah diperlukan
trafo jenis step down yang menurunkan tegangan sumber PLN yang 220 V
menjadi 18 V yang dibutuhkan oleh rangkaian.
3.2.2 Blok Proses
Prinsip kerja dari thyristor pada
rangkaian penyulut yaitu seperti saklar/switch,
Thyristor pada tipe SCR memiliki tiga buah kaki yaitu kaki anode (A),
Katode (K), dan gate (G), dimana pada kaki anode bernilai (+) dan kaki katode
bernilai (-). Proses penyulutan pada rangkaian penyulutan thyristor dengan
hambatan (R) yaitu bermula dari sumber tegangan AC 18 V.
Gambar
3.3 gelombang AC
yang
kemudian menjadi tegangan setengah gelombang (Half Wave) karena Dioda D1 yang berfungsi clipper sebagai pengubah golombang penuh (full wave) menjadi setegah gelombang(half wave). Pada siklus
positif gelombang sumber, pada thyristor tipe SCR 100.6 terminal anoda akan
lebih positif dari terminal katoda, tapi arus tidak akan mengalir melalui
thyristor sebelum terminal gate pada thyristor diberi tegangan penggerbangan sebesar 0.7V
Gambar 3.4 Rangkaian penyulutan thyristor dengan
hambatan (R)
Ketika
tegangan pada kaki gate thyristor aktif maka thyristor pun akan aktif, sehingga
arus akan mengalir melalui thyristor sehingga menghasilkan gelombang positif
yang terpotong pada bagian depannya. Potongan tersebut diakibatkan oleh sudut
yang dihasilkan oleh sinyal
penggerbangan. Pengaturan sudut gelombanng output dapat di peroleh dengan cara mengatur sudut
penyalaan pada sinyal penggerbangan dengan menggunakan potensio meter/ variable.
3.2.2.1 Resistor
Resistor
merupakan salah satu komponen yang paling sering digunakan pada rangkaian
elektronika, ini karena fungsi resistor yang penting pada
suatu rangkaian elektronika. Fungsi resistor selain sebagai tahanan pada suatu
rangkaian elektronika, juga berfungsi untuk membagi arus, membatasi / mengatur
arus, dan dimanfaatkan sebagai alat
untuk menurunkan tegangan listrik. Bentuk fisik dari salah satu resistor yang
digunakan adalah resistor 47KΩ seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Resistor
Pada
rangkaian penyulutan thyristor dengan hambatan (R) ini, jenis resistor yang
digunakan adalah resistor yang nilai tahanannya tetap (fixed resistor). Resistor pada rangkaian ini berfungsi untuk
menyesuaikan tegangan dan arus yang akan masuk pada kaki gate pada SCR agar sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh
SCR, supaya nilai arus yang mengalir ke kaki gate sesuai dengan nilai standar pada SCR yang akan memicu SCR
mengalirkan arus listrik dari anoda ke katoda.
3.2.2.2 Potensiometer
Potensiometer adalah salah satu
jenis resistor yang nilai tahanannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
rangkaian elektronika ataupun kebutuhan pemakainya. Secara struktur,
potensiometer terdiri dari tiga kaki terminal dengan satu tuas (knob) yang berfungsi sebagai pengatur
besarnya resistansi. Gambar dibawah ini menunjukan simbol dan bentuk fisik dari
potensiometer yang digunakan.
Gambar 3.6 Simbol Potensiometer
Gambar 3.7 Bentuk Fisik Potensiometer
Potensiometer
yang digunakan pada rangkaian penyulutan thyristor dengan hambatan (R) ini
adalah Rotary Potentiometer dengan
besar nilai resistansinya yaitu 1MΩ. Pada rangkaian ini potensiometer berfungsi
untuk mengatur besarnya arus yang akan masuk ke kaki gate pada SCR yang berfungsi untuk memicu (trigger) SCR untuk mengatur sudut fasa sinyal output yang akan mempengaruhi besar tegangan keluaran (output) dari penyulutan thyristor dengan
hambatan (R).
3.2.2.3 Dioda
Dioda merupakan salah satu jenis
komponen aktif elektronika yang digunakan pada rangkaian ini selain SCR. Fungsi
dioda adalah untuk mengubah tegangan AC menjadi tegangan searah.
Gambar 3.8 Dioda
Dioda
pada rangkaian penyulutan thyristor dengan hambatan (R) dipasang di kaki gate supaya mengubah tegangan
bolak-balik menjadi tegangan searah, ini dibutuhkan karena kaki gate pada SCR tipe MCR 100-8 yang
digunakan pada rangkaian ini membutuhkan tegangan searah (VDC) untuk
memicu SCR itu aktif. Selain sebagai penyearah, dioda yang dipasang pada kaki gate ini berfungsi sebagai pembatas
arus, agar jika terjadi masalah pada beban, tidak ada arus balik yang menuju
rangkaian pemicu, sehingga rangkaian pemicupun aman dari kerusakan.
3.2.2.4 SCR Triggering
Untuk dapat melakukan pengaturan
tegangan dengan menggunakan SCR, SCR haruslah aktif. Untuk mengaktifkannya maka
kaki gerbang pada SCR harus diberi arus positif. SCR haruslah diberi arus
pemicu gerbang, IGT. Arus pemicu pada kaki gerbang ini hanya
dibutuhkan pada sesaat saja untuk memicu gerbang. Biasanya besar arus ini
berkisar antara 0,1 sampai 100mA. Namun pada tipe SCR MCR 100-8 yang digunakan
pada rangkaian kali ini arus IGT yang diperlukan yaitu 0,2mA. Supaya
arus dapat mengalir melalui SCR, SCR harus dalam kondisi bias maju, yaitu sisi
anoda harus lebih positif dibandingkan sisi katoda. Setelah gerbang dipicu, maka SCR akan aktif dan tetap aktif selama
arus yang mengalir dari anoda ke katoda berada diatas arus minimum. Arus
minimum ini biasa disebut dengan arus penahan (holding current), besar arus penahan pada MCR 100-8 adalah berkisar
antara 5mA sampai 10 mA.
3.2.3 Blok Output
Output dari rangkaian penyulutan
thyristor dengan hambatan adalah berupa gelombang yang telah di sulut sebesar 45˚dan
90˚. Dimana sudut picu dapat di kendalikan oleh dua buah potensio/variable
yang memiliki nilai tahanan sebesar 1MΩ
Gambar
3.9 Output sudut picu sebesar 45˚
Untuk
mendapatkan nilai sudut picu 45˚ diperoleh dari pengendalian sinyal picu (trigger) dengan mengubah nilai
resistansi pada beban R menggunakan potensiometer sebesar 1MΩ. Untuk
mendapatkan nilai sudut picu sebesar 45˚ digunakan nilai resistansi pada
potensiometer sebesar 1M agar gelombang sudut picu bisa dipicu hingga 45˚
seperti yang terdapat pada gambar 3.5 diatas.
Untuk
rangkaian penyulutan dengan sudut picu sebesar 90˚ diperoleh dari pengendalian
sinyal picu (trigger) dengan mengubah
nilai resistansi pada beban R menggunakan potensiometer sebesar 1MΩ.
Gambar
3.10 Output sudut picu sebesar 90˚
Untuk
mendapatkan nilai sudut picu 90˚ diperoleh dari pengendalian sinyal picu (trigger) dengan mengubah nilai
resistansi pada beban R menggunakan potensiometer sebesar 1MΩ agar gelombang
sudut picu bisa dipicu hingga 90˚ seperti yang terdapat pada gambar 3.6 diatas.
3.3 Flowchart Rangkaian Penyulutan Thyristor Dengan Hambatan (R)
Rangkaian penyulutan thyristor
diberikan tegangan input AC 18 V. Apabila gerbang gate di berikan tegangan 0.7
V maka rangkaian penyulut akan aktif, rangkaian penyulut akan di picu dengan
menggunakan potensio meter semakin besar hambatan yang di atur oleh potensio
maka penyulutan akan semakin besar pula.
Alur
dari flowchart Rangkaian penyulutan thyristor
dengan hambatan (R) adalah program akan berjalan apabila rangkaian telah
diberikan tegangan sebesar 18V, setelah itu aktifkan kaki gate pada thyristor
tipe SCR dengan memberikan tegangan sebesar lebih dari 0.7V jika Y maka akan
dilanjutkan dengan mengatur penyulutan dengan menggunakan potensiometer, jika T
maka program akan kembali untuk mengaktifkan kaki gate dengan memberikan
tegangan sebesar 0.7V. Setelah pengaturan penyulutan selesai dengan
potensiometer maka gelombang dengan sudut picu bias diamati dan program akan
berakhir.
IV.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Percobaan Rangkaian
Penyulutan Thyristor
Rangkaian yang
digunakan dalam pengambilan data menggunakan komponen-komponen sebagai berikut
:
1.
1 buah thyristor tipe MCR 100.6
2.
Transformator
3.
Osciloscope
4.
Kabel Jumper
5.
Multimeter
Langkah pertama untuk
rangkaian penyulutan thyristor dengan hambatan (R) adalah menghubungkan kabel jumper dengan sumber tegangan sebesar
18V sebagai sumber input.
Gambar 4.1 Menghubungkan Jumper pada modul
4.2 Analisa Dan
Perhitungan Rangkaian
Pada Rangkaian penyulutan
thyristor dengan menggunakan tahanan (R) digunakan untuk pengubah tegangan AC
menjadi tegangan DC, dimana rangkaian ini memiliki input berupa tegangan AC dan
output berupa tegangan DC, dimana pengaturan nilai output dapat diatur dengan
cara mengubah amplitude dengan menggunakan potensiometer untuk mendapatkan
nilai output dengan sudut penyalaan
masing-masing sebesar 45˚, dan 90˚.
Dimana nilai tegangan output dari masing-masing sudut penyalaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan
Sudut penyulutan
|
Nilai tegangan terukur
|
Nilai perhitungan
|
Nilai kesalahan relative
|
Nilai Potensio Meter
|
Bentuk gelombang output
|
45˚
|
6.8 V
|
6.09 V
|
11.65%
|
500KΩ
|
|
90˚
|
5.2 V
|
4.65 V
|
11.83%
|
1MΩ
|
|
V. KESIMPULAN
Rangkaian
Penyulutan thyristor dengan beban (R) akan bekerja apabila kaki atau terminal gate pada thyristor diberi tegangan
sebesar 0.7V karna pada dasarnya prinsip kerja dari thyristor itu sendiri sama
seperti saklar atau switch apabila
kaki dari gerbang gate tidak diberikan tegangan sebesar 0.7 maka thyristor
tidak akan berfungsi atau off. Pada rangkaian ini didapatkan nilai penyulutan
sebesar 45˚ dan 90˚, untuk menggatur besar sudut penyulut atau penyalaan
tersebut menggukan sebuah potensiometer dengan nilai resistansi sebesar 1MΩ.
Berdasarkan
dari data pengamatan pada rangkaian penyulutan tersebut didapatkan nilai Vout
terukur pada saat penyalaan sebesar 45˚ adalah 6.8V, sedangkan untuk sudut
penyalaan 90˚ adalah 5.2V. Sedangkan untuk nilai terhitung pada rangkaian
penyulut tersebut untuk sudut penyalaan sebesar 45˚ adalah 6.09V dan saat 90˚
adalah 4.65V. Nilai Vout yang dihasilkan memiliki perbedaan
dikarenakan komponen dan alat ukur yang digunakan
pada rangkaian tersebut memiliki nilai toleransi kesalahan. Jadi hal ini mengakibatkan
kesalahan relative yang berbeda juga disetiap percobaan. Nilai kesalahan
relatif penyulutan 45˚ adalah 11.65%,
dan saat penyulutan 90˚ adalah 11.83%.
REFERENSI
[1] Rashid,Muhammad, “Elektronika
Daya” Edisi Bahasa Indonesia , PT
Prenhallindo, Jakarta 1999
[2] Rufus P. Tuner. “133 Rangkaian Elektronika”,
PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO KELOMPOK
GRAMEDIA, Jakarta 1993
Tanggal Akses : 4 Agustus 2016
Tanggal Akses :
12 Agustus 2016
Tanggal Akses :
12 Agustus 2016
Biografi
Ade
Surya Pratama lahir di Trenggalek,jawa timur pada tanggal 03 desember 1995
telah menempuh pendidikan mulai dari SDN Parung Tanjung 1 selama 6 tahun,
kemudian melanjutkan ke SMP Negri 1 gunung putri selama 3 tahun, SMK
Muhammadiyah 1 cileungsi 3 tahun. Saat ini penulis sedang menyelesaikan
pendidikan S1 teknik elektro Universitas Gunadarma angkatan 2013 mengambil
konsentrasi teknik tenaga listrik( arus kuat).