Semua akan sangat tergantung dari
kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya. Apa dan bagaimana hal itu
bisa terjadi, mari kita bedah satu persatu.
Hukum Pernikahan Yang Wajib
Menikah itu wjib hukumnya bagi seorang
yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam
perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka
bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi
seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-qurtubi berkata bahwa para
ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia
adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila
dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah
rezekinya, sebagaimana firman-Nya:
"Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha
Mengetahui."(QS. An-Nur: 32).
Hukum
Pernikahan Yang Sunnah
Sedangkan yang
tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun
masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya
yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
Orang yang
punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak
sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa
jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila dia
menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan
dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran
Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Nikahilah
wanita yang banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam).
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah,
karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian
menjadi seperti para rahib nasrani." (HR. Al-Baihaqi
7/78).
Bahkan Ibnu
Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang
yang tidak sempurna ibadahnya.
Hukum
Pernikahan Yang Haram
Secara normal,
ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama,
tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual.
Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu
mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga
bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima
oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah,
haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya.Seperti orang yang terkena penyakit menular
dimana bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu
dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya
itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang
mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan
laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan
pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang
punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga
pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak
memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau
menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara
waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.
Hukum Pernikahan
Yang Makruh
Orang yang
tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya
rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan
bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya
bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung
jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar
bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan
dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh
lebih besar.
Hukum
Pernikahan Yang Mubah
Orang yang
berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya
untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum
menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah
namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi
tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.