Level persaingan dalam suatu industri
turut menentukan strategi komunikasi pemasaran terpadu, khususnya pada style komunikasi pesan pada
periklanannya. Berbagai industri memiliki level persaingan yang bervariasi,
namun demikin untuk industri-industri seperti barang konsumsi (makanan,
minuman), toiletries merupakan sampel industri dengan level persaingan yang
sangat tajam. Selain itu industri otomotif khususnya kendaraan roda dua juga
memperlihatkan ketatnya persaingan antar beberapa varian brand terbaru yang
menyulut model komunikasi yang cenderung tidak sehat. Sedangkan
industri-industri barang kebutuhan sekunder memperlihatkan level persaingan
yang agak longgar sehingga style komunikasi
pemasarannya pun tidak sesengit industri barang konsumsi.
Persaingan
Produk Minuman
Industri minuman merupakan salah satu
industri yang persaingannya sangat ketat di pasar Indonesia. Industri ini tidak
saja diperankan oleh industri besar dan modern, tetapi juga pera pemainnya
termasuk industri skala menengah dan skala kecil atau home industri. Variasi
produknya juga sangat luas mulai dari minuman beralkohol, minuman berkarbonasi,
minuman berenergi, air mineral, minuman sari buah, minuman sari daun seperti
teh dan herbal lainnya, susu. Pemain-pemain besar dalam industri minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta antara lain: PT Ades Alfindo Putrasetia, PT
Aqua Golden Mississippi, PT Delta Djakarta Tbk, PT Dharma Niaga, PT Gunung Mas
Santosoraya, PT Heinz ABC Indonesia, PT Monysaga Prima, Multi Bintang Indonesia
PT Tbk, Orang Tua Group, PT Semak Industri, PT Sinar Sosro, PT Sumber Sari, PT
Tangmas, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Co, PT Varia Industri Tirta,
PT Asia Health Energy Beverages. Industri minuman di Indonesia semakin padat
pemainnya dengan memperhitungkan pemain-pemain lokal yang bergerak dalam aneka
minuman radisional, bahkan sebagian diproduksi home-industry. Persaingan ketat dalam industri minuman saat ini
diperlihatkan oleh kategori minuman berenergi, minuman berkarbonasi, minuman
teh, susu dan atau komposisinya dan air mineral. Aktivitas komunikasi pemasaran
antar pemain besar inilah yang secara nyata memperlihatkan style komunikasi.
Struktur persaingan pasar inilah yang kemudian memicu pola dan style komunikasi
yang sebagian diantaranya (bisa) mengabaikan prinsip-prinsip etika dalam
konteks persaingan yang sehat. Minuman berkarbonasi adalah jenis minuman yang
bersoda yang dalam bahasa sehari-hari di pasar dikenal sebagai minuman ringan
atau soft drink atau carbonated drink dikuasai oleh brand
Coca Cola, Pepsi, Fanta, Sprite, 7 Up, sedangkan beberapa brand seperti
F&N, Mirinda, dan Green Sands agak jarang beriklan, namun harus
diperhitungkan dalam persaingan.
Minuman berenergi adalah jenis minuman
yang mengandung bahan tambahan energy yang sering juga disebut sebagai suplemen
untuk membantu menyegarkan tubuh pada saat kerja keras atau berolahraga. Saat
ini persaingan produk minuman berenergi-cair dikuasi oleh beberapa merek, yaitu
Krating Daeng, M-150, Hemaviton, Fits Up, dan Lipovitan. Sedangkan dalam bentuk
bubuk beberapa brand sangat mendominasi kampanye pemasarannya seperti Extra
Joss, Hemaviton Jreng, dan
Sakatonik Greng serta brand
Enerjos yang sempat muncul lalu menghilang pariwaranya.
Minuman air mineral adalah air minum biasa
yang dieksplorasi dari alam yang disterilisasi dan pemberian mineral yang
seimbang. Proses pemurniannya dikenal sebagai hydro pro system. Saat ini pangsa pasar terbesar air mineral masih
dikuasai brand Aqua, Vit, Ades, 2 Tang, dan beberapa merek lainnya seperti
Cleo, dan Avian. Dalam praktik komunikasi pemasarannya, Aqua mengambil
positioning strategi bahwa harga lebih tinggi dari pesaing lain karena paltform image yang dibentuk sejak
awal sebagai pionir. Minuman sari buah (juice)
atau sirup adalah minuman esktrak buah atau pemberian esens rasa buah dengan
beberapa brand seperti ABC, Marjan, Buavita, Berry, Sunripe, dan lain-lain.
Sedangkan minuman sari daun adalah ekstrak daun seperti teh dan variannya yang
dicampur dengan esens bunga-bungaan. Kategori teh botol dikuasai oleh brand
seperti Teh Botol Sosro. Frestea, Fruit Tea, dan Tekita. Teh botol
kemasan plastik juga menjadi trend sangat berarti dengan agresifnya kampanye
pemasaran merek-merek seperti Zestea, NüTea, dan Green-T. Sementara teh celup,
kampanye pemasarannya didominasi oleh brand Sari Wangi, Sosro, dan Bendera.
Varian minuman teh yang dicampur dengan karbonasi juga patut diperhitungkan
dalam persaingan. Misalnya produsen PT Sinar Sosro mengeluarkan produk teh yang
berkarbonasi dengan merek Tebs, sementara PT Delta Djakarta memasarkan produk
Sodaku dan Soda Ice dengan tiga rasa: rasa apel, rasa jeruk dan rasa gula asam.
Persaingan Produk Makanan
Persaingan dalam industri makanan olahan
hampir sama kondisinya seperti pada industri minuman. Pemain-pemainnya pun
terdiri atas beberapa pemain besar yang menguasai pasar, seperti PT Unilever
Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur, PT Wingsfood, PT Khong Guan Indonesia, PT
Garudafood, PT Mayora Indah, PT Prasidha Aneka Niaga, SMART Corporation, PT
Suba Indah, dan lain-lain. Varian produk makanan olahan mencakup mie instan,
biskuit, kacang garing, makanan kudapan, chocolate, bubur bayi, es krim,
vitamin suplemen, dan lain-lain.
Persaingan produk mie instan saat ini
sangat tajam terutama setelah kelompok Wingsfood menggebrak market leader Indomie dengan Mie
Sedaap. Brand lain yang mengikutinya adalah Supermie, Mie ABC, Kare, Alhamie,
dan lain-lain. Sedangkan pasar biskuit saat ini dikuasai beberapa brand ternama
seperti Roma, Nissin, Khong Guan, Marie Regal, dan Monde. Salah satu kategori
yang sejak lama diperebutkan dua merek besar adalah kacang garing, yaitu brand Garuda dan Dua Kelinci,
keduanya bahkan tidak memberi peluang berarti bagi brand kecil lain untuk diperhitungkan dalam kompetisi.
Selain Chocolate yang didominasi oleh brand seperti Silver Queen,
Cadbury, Toblerone, Van Houten, dan Delfi, kategori produk Waffle cukup sering terlihat tayangan
iklannya yang menandakan persaingan cukup tajam seperti brand Tango, Sando.
Sementara Waffle stick sangat
dikenal brand Astor, Twister, Stikko, dan Gery. Jenis waffle lain seperti Waffle chocolaet bars didominasi oleh
brand seperti Kit Kat, Beng Beng, Top, dan lain-lain. Sementara untuk produk
makanan kudapan (Snack)
beberapa brand yang bersaing ketat adalah Taro, Cheetos, Lays, Chitato, Chiki,
dan Jet-Z. Kelompok produk yang dikenal sebagai Sandwich juga menjadi pengisi jeda pariwara favorit pada program
anak-anak di televisi seperti Oreo, Good Time, Tim Tam, Ritz, Better, Trenz,
dan lain-lain.
Produk es krim memiliki kampanye pemasaran
yang sangat berarti dalam mengubah peta persaingan, terutama ketika PT Unilever
Indonesia secara terpadu mampu menggiring pasar untuk menanamkan brand
awareness Walls. Sementara pemain lama seperti Campina berupaya keras bertahan,
dan keduanya silih berganti sebagai market
leader. Sedangkan brand lain seperti Diamond, IndoMeiji mengikuti dari
jauh dan brand Hägen Daz dan Baskin & Robbins menggarap ceruk menengah
atas.
Persaingan produk makanan bubur bayi (baby poridge) diperebutkan beberapa
brand seperti Nestle, Promina, SGM, dan Milna. Intensitas penayangan kampanye
iklannya sebanding dengan produk-kaitannya seperti susu untuk ibu hamil dan
susu untuk bayi.
.
Produk bumbu-bumbuan dan penyedap
merupakan salah satu produk konsumsi yang sangat dikenal audiens TVC dan
pembaca beberapa media cetak segmen perempuan. Beberapa kategorinya adalah
kecap (dengan brand yang bersaing ketat seperti Bango, ABC, Indofood, Piring
Lombok, National), Saus sambal dan saus tomat (ABC, Indofood, Sasa, Piring
Lombok, Del Monte), Margarine (dengan brand yang bersaing ketat seperti Blue
Band, Simas, Meadow Lea), Minyak goreng (dengan merek yang mendominasi pasar
seperti Bimoli, Filma, Sania, Tropical, Kunci Mas).
Persaingan
Produk Toiletries
Persaingan brand produk-produk toiletries
patut dicermati mengingat produk-produk inilah yang sangat mendominasi belanja
iklan komunikasi pemasaran di berbagai media. Intensitas periklanan tentu saja
dipengaruhi sejauhmana intensitas persaingan antar brand dan produser pada
kelompok barang konsumsi ini. Beberapa kategori produk seperti shampoo memegang
ranking tertinggi dalam belanja iklan sepanjang periode, dengan brand yang
bersaing seperti Sunsilk, Clear, Pantene, Head & Shoulder, Lifebuoy,
Rejoice, Emeron, dan Zink. Demikian juga untuk kategori sabun mandi yang diperebutkan
oleh Lux, Dove, Giv, Harmony, Shinzui, dan lain-lain. Sedangkan sabun mandi
kesehatan (keluarga) beberapa brand yang bersaing (dari segi intensitas promosi
periklanannya) adalah Lifebuoy, Nuvo, Medicare dan merek sabun medikal seperti
Dettol, JF sulfur, dan lain-lain.
Pada kategori pasta gigi, beberapa brand
yang sangat kuat promosi periklanannya adalah Pepsodent, Close Up, Ciptadent,
dan Formula, sedangkan brand lain seperti Enzym, Maxam, dan Sensodyne menggarap
ceruk kecil. Produk sabun deterjen merupakan produk yang juga sangat dominan
dalam menghabiskan belanja iklan. Beberapa brand yang bersaing ketat dalam hal
ini adalah Rinso, Attack, So Klin, Surf, dan Daia. Produk deterjen biasanya
disertai dengan produk pelengkap seperti fabric
softener dengan beberapa brand yang ketat bersaing di pasar yaitu Molto
dan So Klin. Kedua brand ini sangat dominan dalam tayangan komunikasi
periklanannya. Brand So Klin sendiri juga bersaing dalam kategori produk
pembersih lantai dengan pesaing utamanya seperti Superpell. Sementara untuk
kategori sabun colek, beberapa brand juga bersaing ketat melakukan komunikasi
pemasaran kepada publik seperti Sunlight, Wings Biru, Ekonomi, dan B-29. Produk
baby diapers sangat lekat
dengan brand awareness Pampers
sebagai salah satu brand yang menjadi market leader, sementara pesaing lain
sangat ketat membuntuti seperti Huggies, Mamy Poko, dan lain-lain.
Persaingan Produk Consumers Lainnya
Persaingan produk consumer lainnya
terlihat pada kategori rokok, insektisida, fungisida, telekomunikasi, minyak
pelumas, otomitif roda dua, dan barang elektronik. Pada kategori rokok, hampir
semua brand menayangkan kampanye pemasarannya meskipun dalam durasi yang
bervariasi yang dibagi ke dalam beberapa varian. Jenis rokok sigaret kretek
tangan didominasi Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, Gudang Garam Merah, dan Djarum
Coklat serta Djarum 76. Sedangkan jenis Sigaret Putih Mesin diperebutkan oleh
brands Marlboro, Lucky Strike, dan Dunhill, sementara jenis Sigaret Kretek Mesin
didominasi oleh Gudang Garam Surya, Gudang Garam Filter, dan Jarum Super, Jarum
Black Tea. Jenis rokok putih (Low Tar
Low Nicotine) didominasi oleh A Mild, Class Mild, Star Mild, LA Lights,
Mezzo Mild, dan U Mild.
Produk insektisida tidak kalah ketatnya persaingan
antar brand yang beredar, terutama dilihat dari penayangan iklan cetak dan TV
komersilnya. Jenis insektisida bakar dan elektrik, beberapa brand yang
mendominasi pasar adalah Baygon, Tiga Roda, Domestos Nomos. Sedangkan jenis aerosol beberapa brand bersaing ketat
seperti Hit, Baygon, Fumakilla Vape, Mortein, dan Raid. Sementara untuk produk
fungisida terdapat tiga merek yang sangat intens bersaing yaitu Fungiderm,
Daktarin, dan Canesten.
Persaingan Beberapa
Produk Sekunder
Analisis persaingan produk-produk konsumsi
diketengahkan karena sebagian besar aktivitas kampanye komunikasi pemasarannya
mendominasi berbagai media dan kegiatan below
the line. Produk barang konsumsi karena itu memungkinkan peluang
terjadinya pelanggaran etika dalam periklanan. Selain itu beberapa produk
sekunder berikut merupakan kategori yang memperlihatkan persaingan tajam di
pasar, sehingga perlu diuraikan peta persaingannya. Beberapa produk dimaksud
adalah produk konsumsi telekomunikasi, produk otomotif khususnya roda dua dan
minyak pelumas, produk elektronik, dan jasa keuangan. Selain produk handset (hardware), juga persaingan ketat
produk telekomunikasi mobile terutama produk konsumsi pulsa menjadi pemicu
utama dalam menciptakan style kampanye komunikasi pemasarannya. Brands yang
bersaing ketat dalam kategori ini adalah Mentari, Simpati, pro-XL, Flexi, Fren,
Matrix, IM3, Esia.
Produk otomotif khuasusnya kendaraan roda
dua patut untuk dicermati sehingga dalam tulisan ini mengulas beberapa brands
yang bersaing ketat di dalamnya, seperti Honda, Yamaha, Suzuki masing-masing
dengan berbagai variannya. Produk minyak pelumas merupakan salah satu kategori
yang produk-kaitan dengan otomotif. Ketatnya persaingan dalam kategori ini
memungkinkan terjadinya pelanggaran dalam etika komunikasi periklanan. Beberapa
brand yang mendominasi belanja iklan adalah Oil Top 1, Fastron, Mesran,
Castrol, dan lain-lain.
Produk elektronik, komputer dan digital
lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari konteks persaingan pasar
barang sekunder. Meskipun merek-merek ternama masih kokoh mendominasi belanja
iklan, namun pada level tertentu pangsa pasar mereka juga tergerogoti oleh
brand-brand lokal dan brand China yang merambah pasar Indonesia—terutama akibat
distribusi ilegal.
Ketatnya persaingan produk jasa keuangan
di tengah-tengah upaya konsolidasi industri perbankan Indonesia mengindikasikan
belum kokohnya fundamental setiap pemain. Kondisi ini memberikan peluang
terjadinya praktik kampanye komunikasi pemasaran yang tidak sehat antar pelaku.
Beberapa brands bahkan saling kejar-mengejar dengan janji dan iming-iming.
Aspek Etika dalam Komunikasi Periklanan
Beberapa peraturan perundangan berkaitan
dengan etika bisnis secara keseluruhan telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia,
yaitu: Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang tentang
Hak Cipta, Undang-undang tentang Perusahaan, Undang-undang tentang Penyiaran,
Kode Etik Wartawan Indonesia, dan Kode Etik Pariwara Indonesia. Konstitusi dan code of conduct ini (seharusnya)
menjadi pedoman praktik berbisnis yang sehat di semua lapisan. Lebih khusus
lagi, praktik-praktik kampanye komunikasi pemasaran harus mempertimbangkan
segi-segi etika persaingan yang sehat di satu sisi, dan pada sisi lain
periklanan harus mengdepankan semangat persaingan itu. Dengan demikian setiap
pelaku usaha harus menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Selain itu, pelaku usaha juga harus turut mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui praktik persaingan usaha yang sehat sehingga
dapat tumbuh denganbaik adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Karena etika
periklanan Indonesia yang dibangun berazaskan kepada nilai-nilai luhur, seperti
1) jujur, benar, dan bertanggungjawab
2) bersaing secara sehat,
3) melindungi dan menghargai publik, tidak merendahkan
agama, budaya, negara, dan golongan, dan tidak bertentangan dengan hokum yang
berlaku.
Sesungguhnya etika persaingan usaha yang
sehat merupakan suatu tugas pemberdayaan “budaya baru”. Upaya
memasyarakatkannya membutuhkan proses penyadaran yang panjang setelah sekian
lama bangsa kita berada dalam kekuasaan yang tidak atau belum menanamkan
benih-benih bersaing secara sehat tersebut. Perilaku negatif para pelaku usaha
yang bersenyawakan dengan birokrasi telah menumbuhsuburkan iklim yang tidak
sehat: yang kuat memakan yang lemah, yang besar membunuh peluang hidup yang
kecil. Karakter inilah yang masih melekat dalam dunia bisnis kita, termasuk
dalam gaya komunikasi pemasarannya yang sebagian cenderung merendahkan arti
penting persaingan sehat.
Fungsi ekonomi dan fungsi sosial periklanan harus
dikembangkan secara berimbang (Starck dan Kruckeberg.Inilah yang harus dipahami
oleh setiap pelaku komunikasi pemasaran agar ditumbuhkan menjadi bagian dari
karakter bisnis industri komunikasi selain fungsi pembelajaran bagi publik.
Masyarakat yang terbangun semakin baik melalui pemberdayaan konsumen pada
gilirannya akan turut membangun korporasi agar senantiasa inovatif, melakukan
diferensiasi dan efisiensi pengelolaannya. Jika konsumen menjadi semakin
pintar (berdaya), maka perusahaan akan semakin inovatif agar terjalin hubungan
saling menguntungkan dalam jangka panjang. Bahkan Becket menilai pentingnya
etika komunikasi itu sebagai fondasi moral dalam menyusun social & human sciences
secara lintas terpadu melalui manajemen dan komunikasi internal, public affairs & marketing, periklanan, media dan
publikasi,dan dalam penggunaan teknologi informasi.
Dalam konteks ini, isu-isu berkaitan dengan etika
periklanan di Indonesia dan juga bersifat universal mencakup beberapa hal
penting, yaitu:
a) Swakrama sebagai sikap dasar industri periklanan
yang dianut secara universal
b) Menempatkan etika dalam struktur nilai moral yang
saling dukung dengan ketentuan perundang-undangan sebagai struktur nilai hukum
c) Membantu khalayak memperoleh informasi sebanyak dan
sebaik mungkin, dengan mendorong digencarkannya iklan-iklan persaingan,
meskipun dengan syarat-syarat tertentu
d) Mengukuhkan
paham kesetaraan jender, bukan sekadar persamaan hak, perlindungan, ataupun pemberdayaan
terhadap perempuan
e) Perlindungan
terhadap hak-hak dasar anak
f) Menutup ruang gerak bagi eksploitasi dan
pemanfaatan pornografi dalam periklanan
g) Membuka diri bagi kemungkinan terus berkembangnya
isi, ragam, pemeran, dan wahana periklanan
h) Dukungan
bagi segala upaya yang sah dan wajar untuk dapat meningkatkan belanja per
kapita periklanan nasional.
Pemaknaan Semiotik Komunikasi Periklanan Berbagai
Produk
Sampel iklan yang dikumpulkan kemudian dianalisis
terhadap isi pesan iklan dengan metode penilaian pemaknaan atas tanda-tanda
yang ada melalui sarana lihatan (visual
sense) atau semiotika visual.Kaitannya dengan makna persaingan dalam
analisis konten komunikasi periklanan menurut Davis mencakup berbagai elemen
sebagai berikut:
1) format komersial
2) struktur
komersia
3) benefit
profuk yang utama
4) benefit tambahan dari produk
5) jenis proposisi penjualan
Etika persaingan dalam periklanan
dicermati dari sejauhmana konten iklan memperhatikan aspek-aspek persaingan
yang sehat. Dalam hal ini Kode Etik Periklanan Indonesia (EPI) telah merumuskan
beberapa hal pokok yang berkaitan dengan perilaku bersaing. Pertama, perlakuan
pembandingan dalam konten iklan. EPI menjelaskan bahwa perbandingan antar brand secara langsung dapat dilakukan,
namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat
sama. Spesifiksi teknis antar brand dapat diadu antara satu dengan lainnya
sesuai dengan karakteristik dan kelas produk bersangkutan. Namun demikian, jika
perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber, dan
waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset
tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
atau lembaga yang berkompeten untuk menilai riset atau analisis yang dimaksud.
Sedangkan jika dilakukan pembandingan secara tidak langsung, maka harus
didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak, misalnya satuan
pengukuran dan konsistensinya. Penggunaan data riset dan hasil uji laboratorium
sebuah badan independen misalnya suatu media inilah yang seringkali
diperdebatkan, karena tingkat independensi suatu media bisa dipertanyakan.
Salah satu jenis pembandingan yang kerap
mengundang permasalahan dalam etika persaingan adalah perbandingan harga.
Menurut EPI, perbandingan harga hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan
kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau
penalaran yang memadai. Penjelasan yang memadai inilah yang dinilai tidak
dipenuhi oleh setiap pengiklan yang mengedepankan persaingan dengan
”peperangan” harga. Misalnya, ”penalaran” yag sulit diterima akal sehat etika
persaingan adalah iklan perbandingan harga yang tidak menyebutkan harga
pesaing, namun mengatakan ”berapa pun selisih kelebihan bayar produk yang sama
di tempat lain akan kami ganti, sebagai bukti bahwa harga kamilah yang
termurah”. Model perbandingan seperti ini benar-benar mematikan bisnis pesaing
lain secara wajar.
Selain perbandingan harga, dalam observasi
ini kasus yang banyak dilakukan adalah persaingan tidak sehat yang dilakukan
dengan merendahkan produk pesaing lain. Padahal etikanya setiap iklan tidak
boleh menampilkan visual maupun verbal yang mengindikasikan merendahkan produk
pesaing-pesaingnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa adegan
yang memperlihatkan merendahkan pesaingnya adalah: dengan menyepak-tangan image produk pesaing yang ditaruh
sejajar dengan produknya sendiri, atau dengan memperlihatkan bentuk kemasan
produk pesaing yang sangat khas (misalnya bentuk botol, kaleng, dan sejenisnya)
yang kemudian secara visual disisihkan/digantikan dengan produk yang
diiklankan.
Selain peniruan produk, brand, tagline, para pesaing yang tidak memperhatikan aspek persaingan
sehat ada yang meniru iklan pesaingnya. Padahal EPI telah menggariskan bahwa
tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga
dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan
khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita,
setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk
model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi
huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut
khas lain, dan properti. Kode etik ini juga enegaskan bahwa iklan tidak boleh
meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu
iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
Salah satu ketentuan yang seringkali
dilanggar oleh pengiklan adalah penggunaan tanda asteris atau tanda bintang.
Pada ketentuan EPI dinyatakan bahwa tanda asteris pada iklan di media cetak
tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau
membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari
produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
Kesimpulan.
Persaingan ketat terjadi antar brand
terutama pada produk-produk konsumsi (consumer
goods) seperti produk minuman, produk makanan, produk toiletris, dan
beberapa produk sekunder lainnya seperti otomotif roda dua dan minyak peluas
sejauh kelompok produk yang diobservasi. Style
komunikasi periklanan pada berbagai kategori produk yang bersaing ketat
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan tayangan-tayangan iklan yang
konten-nya cenderung melanggar etika persaingan dan kode etik periklanan.
Sebagian besar pelanggaran etika dalam praktik komunikasi periklanan memperlihatkan
upaya merendahkan produk-produk pesaing baik secara visual maupun secara verbal
dan berbagai bentuk pelanggaran lain dari kode etik periklanan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.esaunggul.ac.id/article/etika-persaingan-dalam-komunikasi-pemasaran/
Aitchison, Jim, “Cutting Edge Commercials: How to Creative
the World’s Best TV Ads (1) and
Print Ads (2) in the 21st
Century”. Prentice Hall, Singapore. 2001
Altstiel, Tom; Jean Grow, “Advertising Strategy: Creative Tactics from the Outside/In”.
Sage Publications. 2006
Arens, William F., “Contemporary Advertising”. Mcgraw-Hill College Publisher. 2005
Austin, Erica Weintraub dan Bruce E. Pinkleton. “Strategic Public Relations Management:
Planning and Managing Effective Communication Programs”. Lawrence
Erlbaum Associates, London, 2001.
Batey, Ian, “Asian
Branding: A Great Way to Fly”. Prentice Hall, Singapore. 2002
Beckett, Robert. “Communication Ethics: Principles
&Practice:, Journal of
Communication Management, 2003; 8,1. p. 41-52. 2003
Davis, Joel J., “Advertising
Research, Theory and Practice”. Prentice Hall Inc. 1997